Monday, February 24, 2014

Kompetensi Penulis Fiksi?

Apa? Seorang penulis fiksi itu ada kompetensinya? Aduh, gimana ya kalau saya tidak punya kompetensi? Eits, jangan panik dulu. Tidak terlalu banyak, hanya 6 saja kok: Konseptualisasi,
Karakter, Tema, Plot Sequencing, Konstruksi Adegan dan Menyuarakan. Itu menurut Larry Brooks seorang mantan pemain baseball yang kemudian menjadi penulis. Menurut Larry, kalau 6 hal itu tidak dilakukan, buku kita langsung masuk lumpur. Waduh, serem ya.

Kita bahas saja yuk. Kita gabungkan saja Konseptualisasi, Tema dan Plot Sequencing. Mau tidak mau setiap penulis memang mesti punya hal ini untuk membuat tulisannya, kan? Seperti yang pernah kita bahas sebelumnya tentang Niat menulis. Sebelum menulis apapun, kita kan punya niat, mau menyampaikan pesan apa kepada para calon pembaca.

Nah, dari niat itu kan kita sudah memiliki konsep cerita dan tema tulisan kita. Pesan, ya itu yang terpenting. Pesan menjadi konsep dan tema cerita kita, sebuah keluarga yang rukun membuat kita menuliskan cerita yang bertema roman domestik. Kerukunan tidak akan bisa terbukti bila tidak ada konflik yang mengguncangnya, dan dengan itu kita telah membuat plot termasuk sub plot secara sekuensial. Hanya dari niat saja, kita sudah memiliki 3 hal yang harus ada.

Ketika bicara tentang keluarga, maka kita perlu tokoh-tokoh dengan karakter yang berbeda, walaupun tidak akan terlalu jauh berbeda. Mengapa demikian? Ya, tentu saja, sebagian besar tokoh yang akan berperan pada cerita kita adalah orang-orang yang berada dalam satu keluarga. Mereka dibentuk oleh pengalaman yang kurang lebih sama. Andaipun ada pembentukan dari lingkungan di masa lalu, untuk si bapak atau ibu, serta ada pengaruh dari teman-teman tetap saja mereka melalui banyak pengalaman dalam keluarga.

Dari langkah pertama tadi, kita sudah bisa menciptakan peta-peta karakter dari tokoh-tokoh yang akan terlibat dalam cerita kita. Nah, di sini kita sudah mulai perlu lebih berhati-hati, karena karakter yang berbeda akan melakukan respon yang berbeda atas peristiwa yang berbeda pula. Karena kita akan mengarah pada konstruksi adegan.

Adegan, biar bagaimanapun harus dirangkai sedemikian rupa sehingga akan muncul konflik untuk diselesaikan para tokoh dalam cerita. Sekali lagi, jangan lupa karakter yang berbeda akan merespon satu peristiwa dengan cara yang berbeda. Kita bisa diskusikan lagi di bagian lain.

Nah, sekarang tentang menyuarakan. Seringkali orang menganggap ini hanya terkait dengan dialog. Menyuarakan lebih terkait pada pembaca. Seluruh tulisan kita, narasi maupun dialog ditujukan pada pembaca. Pembaca seperti apa yang kita tuju. Batas usia, tingkat pendidikan maupun lingkungan pergaulan mereka.

Bila kita ingin mendapatkan pembaca anak-anak, maka kita menggunakan “suara” anak-anak. Kalimat-kalimat pendek, kata-kata yang sederhana dan sudah diketahui oleh sebagian besar anak-anak. Berbeda dengan novel science fiction kita bebas menggunakan kata-kata yang lebih rumit, dengan narasi-narasi panjang dan detail yang sangat teknikal, karena itu yang mereka harap akan mereka dapatkan dari buku yang dibaca.

Maka, 6 hal tadi pelan-pelan harus kita kuasai sehingga tulisan kita menarik pembaca dan bisa menjadi best-seller.

No comments: