(sudah dimuat di Kabar Indonesia)
Pasti ada yang menemukannya. Saya mencoba mencari di wikipedia.org dan saya menemukan bahwa kaca spion dibicarakan oleh Dorothy Levitt pada 1906 dalam bukunya The Woman and the Car, namun diproduksi secara massal setelah Elmer Berger menemukan dan membuatnya untuk semua mobil di jalanan pada 1914.
Lho emang apa perlunya kita tahu siapa penemu kaca spion? Yang jelas, bila ada yang bertanya begitu kepada Anda, itu berarti memori Anda akan sangat diuji, bila Anda sudah pernah tahu. Atau bila Anda tidak pernah tahu siapa yang menemukan kaca spion, maka berarti wawasan Anda lah yang sedang diuji.
Memori Anda juga diuji ketika orang tersebut bertanya tentang jumlah baut yang ada di sepeda motor. Anda pasti mengatakan, iseng saamat sih orang yang menghitung jumlah baut yang ada di sepeda motor?
Sepertinya tidak juga. Bila Anda adalah pencipta sepeda motor, maka Anda akan tahu berapa jumlah baut di sepeda motor yang Anda ciptakan. Lalu bila Anda adalah kepala pabrik sepeda motor, atau bahkan kepala gudang suku cadang, maka Anda akan tahu jumlah baut karena jumlah baut adalah bagian dari tanggung jawab Anda sehari-hari.
Tapi kalau di tayangan televisi itu, orang yang ditanyai kan hanya seorang pengendara motor biasa. Maka jumlah baut di sepeda motor jelas bukan tanggung jawabnya. Kecuali ketika dia sedang mengecek kondisi sepeda motornya, di bengkel atau di rumah sendiri, dan memang ada baut yang hilang.
Pengendara sepeda motor? Ya, seorang pengendara sepeda motor sedang ingin beli obat anti masuk angin dan ditanyai tiga pertanyaan oleh si penjual obat.
Tiga? Tadi kan baru dua?
Oh, iya. Pertanyaan satu lagi adalah ‘mengapa sepeda motor rodanya dua?’
Itu pertanyaan yang lebih aneh lagi. Memang agak aneh ketika seorang penjual obat bertanya hal itu kepada pembelinya. Kecuali kalau pertanyaan itu diajukan ketika sedang ngobrol iseng. Karena sangat besar kemungkinan tidak ada catatan yang pasti untuk menunjukkan sebab dan alasan mengapa sepeda motor diciptakan dengan dua roda. Mengapa tidak tiga ya? Kalau tiga kan jadinya bajaj atau beca, itu jawaban iseng untuk pertanyaan iseng, kan?
Tetapi dengarlah kata-kata terakhir dari sang penjual ‘gak perlu pintar kalau mau minum ....’
Inilah tayangan iklan obat masuk angin yang baru. Di ceruk ini sudah ada pemimpin pasar yang bila disurvey, kemungkinan besar menduduki top of mind konsumennya. Tidak tanggung-tanggung, Rhenald Kasali dan beberapa selebritas lain di negeri ini menjadi ikon kata ‘pintar’ dan diangkat menjadi tagline produk jamu anti masuk angin tersebut.
Ya, Anda sudah ingat sekarang dengan moto ‘orang pintar minum ...’
Posisi sang market leader agaknya menarik minat pemain baru untuk masuk. Apakah benar bahwa market size sudah tumbuh dan karena itu pemain baru akan mendapatkan margin pertumbuhan tersebut, kita tunggu saja beberapa berita di berbagai majalah marketing. Tetapi biarlah saja dulu.
Menjadi pertanyaan sekarang, seberapa besar market size saat ini, dan seberapa besar market share yang kita inginkan? Mengapa demikian? Tentu saja, itulah dasar kita untuk melakukan positioning, segmenting dan targeting.
Benar bahwa ketika Anda akan memulai sebuah bisnis, harus diputuskan terlebih dulu what business are we in. Apa produk atau jasa yang akan kita sediakan kepada konsumen. Jenis dan kualitas seperti apa yang dibutuhkan konsumen untuk produk atau jasa yang akan kita sediakan.
Baru kemudian kita mulai menyeleksi konsumen yang akan dituju. Tentu saja jelas kita mulai berhitung laba, berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk menyediakan produk atau jasa dan dapat dengan mudah didapat oleh konsumen, serta berapa pendapatan yang kita harapkan. Dari sisi pendapatan yang diharapkan, Anda mulai menimbang-nimbang kelas sosial ekonomi seperti apa yang akan Anda tuju sebagai konsumen produk atau jasa Anda.
Semakin banyak kriteria pasar yang akan kita tuju maka semakin sedikit pula jumlah calon pembeli yang akan kita dapatkan.
Nah, pertanyaan sekarang beralih ke tujuan Anda membangun perusahaan. Setiap perusahaan didirikan dan dipelihara serta ditumbuhkan hanya untuk satu tujuan: multiplying wealth. Kemakmuran untuk siapa? Semua!!!
Kemakmuran untuk pemilik dan pelaksana perusahaan mulai dari pimpinan tertinggi hingga pekerja terbawah. Kemakmuran untuk pemasok barang mulai dari bahan mentah hingga sediaan barang dagang. Tak ketinggalan pula pemasok sediaan suku cadang maupun jasa. Sudah tentu pula termasuk kemakmuran para konsumen.
Konsumen? Tentu saja, konsumen jasa akan menjadi lebih makmur karena telah berhasil menghemat waktu dan tenaga dibanding bila dia melakukan sendiri pekerjaan tersebut. Konsumen produk begitu pula, telah menghemat karena tidak perlu membuat sendiri produk tersebut.
Jadi, semua untung. Semua makmur. Maka sasaran pertama adalah pendapatan dan kemudian laba. Ketika bicara tentang laba, pilihannya hanya dua.
Satu, margin laba atau laba per unit yang kecil dengan dengan volume penjualan besar. Dua, margin laba atau laba per unit yang besar tetapi punya konsekuensi volume penjualan mungkin tidak besar. Hal yang tetap adalah: total laba akan besar.
Pada pilihan satu, maka Anda berharap akan mendapatkan konsumen yang sangat banyak. Itu berarti dalam strata kriteria yang kita susun, konsumen yang dituju berada di tingkat lebih bawah. Sementara di pilihan dua Anda memutuskan untuk fokus pada sekelompok kecil konsumen saja dan bisa lebih unggul dalam pelayanan, dan kita memilih tingkat atas sebagai konsumen kita.
Mengapa demikian? Sekarang lihatlah dalam hal kekayaan, hanya 20 ribu orang di Indonesia ini yang memiliki total kekayaan di atas 9 milyar rupiah (lebih dari 1 juta dollar AS). Sementara penduduk kita ada lebih dari 250 juta. Berarti bila kita memilih pendapatan dengan margin laba besar, harga jual per unit yang cukup tinggi, maka kita memilih tingkat ekonomi yang lebih tinggi sebagai konsumen yang dituju.
Dua produsen obat untuk orang yang masuk angin tersebut memilih pilihan yang berbeda. Yang satu, memilih menyediakan produk untuk tingkat atas (orang pintar). Sementara bintang yang sedang kita bicarakan memilih tingkat bawah (tidak perlu pintar).
Dapatkah kita nyatakan bahwa penyedia untuk ‘orang pintar’ memilih margin laba yang besar atau harga jual per unit yang tinggi (padahal itu hanya obat ringan). Atau sebaliknya, produsen yang kita bicarakan memilih untuk mendapatkan konsumen yang lebih banyak dan menghasilkan volume penjualan yang tinggi (dan ini cenderung lebih pasti).
Mari kita tunggu apakah bintang ini akan bersinar dan menjadi market leader?
Medan – Nopember 2007
No comments:
Post a Comment