Saturday, November 24, 2007

Suara Keras

Sudah baca tulisan saya tentang “Siapa yang Diuntungkan”? Ketika tulisan itu ditayangkan kemudian ada komentar dari Pak Mimbar Bambang Saputro Yang bikin saya gethem (geram) dengan iklan terutama TV adalah penyetelan volume suara yang dibuat sampai memekakkan telinga. Saat acara inti ditayangkan suara masih enak didengar. Tetapi waktu ada jeda komersial, otomatis seperti level suara sengaja dinaikkan sehingga buru-buru remote dipencet untuk mengecilkan volume. Kelak ketika acara utama mulai lagi, suaranya kembali pelan.

Saya menjawab komentar itu dengan komentar lain Benar, Pak. Kalau saya tidak salah ingat, ada yang pernah menanyakan hal tersebut ke stasiun TV. Jawab mereka bahwa itu hanya masalah teknis. Tidak terlalu pasti juga apakah teknis dalam makna teknologi peralatan di tempat mereka dan teknologi pesawat TV kita, atau teknis mereka agar iklan mereka didengar.

Kemudian muncul pula tulisan dengan judul “Karakteristik Iklan di Sejumlah Media Utama” tulisan dari Satrio Arismunandar di situs yang sama:
Keunggulan televisi adalah kemampuannya menjangkau segmen-segmen populasi yang luas dalam waktu yang ditentukan dengan pesan “suara dan gambar.” Meski pun begitu, biaya produksi pesan iklan “suara dan gambar” yang memberi dampak besar itu biasanya mahal, juga tarif uklannya di televisi. Di Amerika, televisi biasanya merupakan media nasional.

Kelemahan dan tantangannya, ada berbagai pemasang iklan yang bersaing untuk merebut perhatian pemirsa pada satu acara program TV. Mungkin ada 15 iklan yang ditayangkan pada satu program TV.

Maka, selain satu iklan harus bersaing dengan 14 iklan lain di program tersebut, pemirsa dengan mudah juga bisa pindah ke saluran TV lain pada saat iklan berlangsung.

Ternyata dugaan saya sebelum tulisan Satrio cukup benar. Karena iklan tersebut berdasarkan amatan Satrio memiliki banyak sekali kendala sebelum sampai ke benak konsumen. Oh ya, Anda juga pasti ingat bahwa iklan berfungsi sebagai pengingat kepada pelanggan, konsumen dan potential customer tentang produk atau jasa yang dijual oleh produsen.

Maka di satu sisi, iklan harus benar-benar menancap di benak konsumen, sebagai upaya untuk membujuk konsumen melakukan pembelian ulang. Tetapi di sisi lain ada sekitar 15 iklan (berdasarkan hitungan Satrio) yang ditayangkan bergantian di antara waktu jeda dalam sebuah program. Benar bahwa tidak banyak produk sejenis yang ditawarkan dalam 15 iklan tersebut. Tetapi tetap saja iklan lain dapat menggusur ingatan tentang produk yang ditawarkan produsen dari benak konsumen.

Selain hal itu ada tantangan pula dari kemenarikan acara yang sedang ditayangkan. Bila acara sangat menarik, memang penonton akan cukup betah untuk tidak pindah saluran atau pergi jauh meninggalkan televisi. Masih bagus bila penonton hanya ambil minum atau cemilan atau buang air, tetapi bisa saja dia merasa ada kegiatan lain yang lebih penting dan tidak lagi menonton acara di televisi. Itu berarti penonton pun tidak lagi menonton iklan yang akan ditayangkan.

Jadi tantangan bagi iklan semakin bertambah bila ternyata acara tersebut tidak terlalu menarik dan produsen sudah terlanjur memberi komitmen untuk ikut beriklan di acara tersebut. Apa daya agar produk yang ditayangkan dalam iklan menjadi menarik?

Suara keras justru bisa menjadi solusi. Mari kita bayangkan bila ketika iklan ditayangkan para penonton televisi meninggalkan ruang TV untuk buang air, ambil minum atau ambil cemilan. Sementara acara yang sedang ditonton begitu menarik sehingga mereka perlu tahu apakah iklan sudah selesai dan sudah kembali ke acara.

Maka mereka membutuhkan suara yang keras untuk memberitahu agar segera kembali ke depan televisi. Itu bila kita melihat dari sisi penonton atau calon konsumen produk yang kita iklankan.

Sebagai produsen, kita ingin para penonton tetap diingatkan akan produk yang kita jual, tetapi para penonton berada jauh dari televisi. Maka perlu suara yang lebih keras untuk mencapai pendengaran mereka.

Untuk kondisi yang pertama, bahwa penonton butuh diberitahu kapan iklan sudah selesai walaupun mereka jauh dari televisi, maka penonton yang akan mengeraskan volume suara televisi. Tetapi bila produsen yang ingin iklan yang mereka tayangkan didengar penonton walaupun dari jauh, maka apalagi yang bisa dilakukan?
Benarkah?

Medan – Januari 2007

No comments: