Thursday, February 12, 2009

Thank You, Crowd

Setiap akhir tahun, para pimpinan perusahaan dengan cara apapun akan mengucapkan terimakasih kepada para pegawai di bawah mereka. Baik dengan mengadakan pesta akhir tahun, mengadakan rapat evaluasi, bahkan bisa saja dengan mengirimi kartu ucapan.

Oh ya, bicara tentang kartu ucapan, sekarang mungkin akan jauh lebih murah bila dikirimkan dengan pos elektronik. Bahkan kartunya pun berupa gambar yang dikirimkan melalui media internet. Tentu saja selain hemat, kita juga sudah menyelamatkan pohon. Bukankah lebih mending mengirim semua secara elektronis dan menghemat penggunaan kertas daripada harus go green menanam pohon baru?

Lho, diskusi ini jadi melantur ya?



Nah, siapa yang berterimakasih dan siapa yang mendapat ucapan terimakasih?

Saya tahu, Anda sudah mulai paham yang sedang kita diskusikan. Anda hanya belum berani menjawabnya. Jadi mari kita menonton konser. Saya yakin sebagian besar dari Anda pernah menonton konser. Masih ingat konser terakhir yang Anda tonton?

Dalam sebagian besar konser di dunia ini, termasuk di Indonesia, tiket untuk penonton konser akan dibagi dalam beberapa kelas. Dari yang paling murah sampai yang paling mahal.

Anda pasti paham untuk apa uang yang didapat dari tiket yang Anda beli. Pertama, jelas untuk membayar performer yang Anda nikmati itu. Siapa? Zubin Mehta, Ariel, Rossa, Beyonce Knowles, Twilight Orchestra, Di3va, atau siapapun yang Anda tonton. Kemudian ada perangkat dan orang-orang yang memasangnya; raging, panggung, soundsystem, lighting, backdrop, dan masih banyak lagi. Kemudian Anda juga harus membayar Java Musikindo yang menyelenggarakan konser serta tak ketinggalan membayar timnya Bu Dibyo yang menyediakan tiket.

Sekarang mari kita berhitung harga tiket sebuah konser. Katakan kelas paling murah menjual tiket senilai lima puluh ribu rupiah, tapi menyediakan tempat untuk sekitar 70% penonton. Kemudian kelas menengah memberi harga 5 kali lipat kelas terbawah dengan kapasitas sekitar 20%, serta kelas tertinggi yang diberi harga 3 kali lipat kelas menengah dengan kapasitas sekitar 10% penonton. Sudah mulai terlihat?

Maka dengan total penonton sekitar 15 ribu orang, konser itu berhasil mengumpulkan uang lebih dari 2 milyar rupiah. Sekarang bayangkan, bila mereka hanya menjual satu harga dengan kenyamanan setara dengan kelas tertinggi? Dapatkah mereka menyediakan untuk 15 ribu orang? Tidak!

Paling banyak, mereka hanya bisa menyediakan sekitar 2 ribu orang saja, dengan tingkat kenyamanan seperti itu. Berarti, setiap orang harus membayar hampir 2 kali lipat dari yang dia bayar bila harga tiket konser dibagi dalam 3 kelas seperti itu.


Jadi? Thanks to the crowd.Kerumunan orang yang banyak itulah yang menyebabkan effort bagi kelas tertinggi jadi lebih ringan.

Ah, jangan berpura-pura baru tersadar, dong? Saya tahu Anda sangat cerdas, sehingga dari judul dan kalimat pertama dalam diskusi ini saja, Anda sudah tahu apa yang ingin saya sampaikan. Kerumunan orang di perusahaan, kelompok yang dibayar paling murah, membuat effort yang harus dikeluarkan oleh para petinggi menjadi lebih ringan dalam menjalankan perusahaan.

Tapi apa karena itu lalu Anda menuntut bayaran yang sama tinggi? Nah, mari kita lihat contoh konser tadi. Tidak bisa disediakan kenyamanan yang sama untuk jumlah yang besar. Dan ketika jumlah itu hanya sedikit, maka effort masing-masing jadi jauh lebih tinggi daripada sebelumnya.

Begitu pula di perusahaan. Bila setiap orang dibayar sama, maka hanya ada sedikit orang yang dapat dipekerjakan, karena pendapatan perusahaan tidak cukup untuk membayar banyak orang dengan gaji yang tinggi. Saya yakin sekali, Anda yang bekerja dan kebetulan membaca situs www.andriewongso.com ini, adalah orang-orang yang bekerja di perusahaan yang memiliki pegawai lebih dari seribu orang. Bahkan sebagian dari Anda bekerja untuk perusahaan yang memiliki pegawai lebih dari sepuluh ribu orang.

Berapa pendapatan perusahaan tempat Anda bekerja. Andai itu dibagi habis setiap tahun dengan tingkat gaji setara dengan direktur utama Anda, maka hanya cukup untuk membayar sekitar 20% sampai 30% dari jumlah pegawai yang ada sekarang. Apa pekerjaan di perusahaan itu yang sangat tidak Anda sukai? Itu harus Anda lakukan sendiri! Karena tidak ada yang mau melakukannya untuk Anda, kan dia dan Anda sederajat. Apakah itu termasuk pekerjaan yang membutuhkan otot, atau pekerjaan yang membuat pakaian Anda kotor karena oli. Itu harus Anda lakukan sendiri.

Dan kemudian Anda sudah kelelahan untuk go green menanam pohon. Sungguh menggelikan, orang-orang lebih suka menanam pohon daripada diminta menggunakan kertas bekas untuk draft, atau bahkan mengirim surat dengan media internet.

Tapi apa berarti saya diminta untuk menerima begitu saja keadaan sekarang?

Yang benar saja. Untuk apa tulisan ini dimuat di situs motivasi? Pernah ikut diskusi dengan saya yang tentang Marginal? Ya, itu dia. Jangan pernah menjadi marginal. Jangan menjadi kerumunan.

Pernah tahu bahwa bila seorang perempuan melahirkan, maka sebenarnya dia sedang menyabung nyawa. Mempertaruhkan nyawanya demi kelahiran tersebut. Itu berarti Ibu Anda dapat saja kehilangan nyawanya ketika melahirkan Anda. Maka apakah ketika dia mengejan, dia berfikir; aku akan melahirkan satu manusia lagi untuk jadi anggota kerumunan? Be part of the crowd?

Astaga! Betapa berdosanya saya kepada Ibu saya. Begitu juga Anda kepada Ibu Anda. Saat kita diam saja, tidak berusaha untuk menjadi unik. Tidak berusaha untuk menjadi lebih baik. Tidak berusaha untuk terus memberi manfaat bagi banyak orang. Maka kita sedang melecehkan ibu kita masing-masing.

Tapi kan tidak semua orang punya kesempatan untuk menjadi pimpinan perusahaan? Tepat sekali! Bagaimana mungkin 250 juta penduduk Indonesia ini bergiliran menjadi presiden? Bahkan bila bergiliran setiap hari 1 orang jadi presiden, maka perlu lebih dari 600 ribu tahun hingga semua dapat giliran. Begitu pula menjadi direktur utama, yang jelas-jelas harus digaji dan berarti gilirannya harus sebulan sekali. Maka bila pegawai di tempat Anda hanya seribu saja, berarti setelah 83 tahun baru semua mendapat giliran. Sungguh tidak mungkin!!!

Tapi tadi dibilang jangan jadi anggota kerumunan? Padahal kan kalau tidak jadi anggota kerumunan di perusahaan ini bagaimana bisa mendapatkan penghasilan untuk kehidupan?

Makanya jangan mau go green. Astaga! Mengapa sih meributkan go green terus?

Saya mau bilang, jadilah unik. Cari bakat Anda yang terpendam, yang dapat membuat Anda unik. Menjadi satu dari sedikit di antara kerumunan itu yang menjadi pembicara di luar perusahaan, misalnya. Atau seperti Andrea Hirata, ada lebih dari sepuluh ribu pegawai Telkom dan dia menjadi penulis yang memberi manfaat bagi banyak orang dengan novelnya dan best seller pula!

Dan go green? Kenapa tidak? Menjadi orang pertama yang menghindari sebanyak mungkin penggunaan kertas. Itu saja sudah membuat Anda menjadi unik. Jadi mengapa tetap berada di kerumunan? Ayo keluar!

Medan – Januari 2009

No comments: