Friday, January 3, 2014

Karakter

Sebelum diskusi, silakan cek dulu tulisan-tulisan ini ya… Tulisan-01 Tulisan-02 dan Tulisan-03

Sebuah cerita adalah potongan pendek kehidupan seorang manusia termasuk orang-orang di sekitarnya. Periode pendek tersebut bisa saja sehari, sebulan, setahun, atau sepuluh tahun. Jarang sekali ada sebuah cerita yang menggambarkan kehidupan seseorang dari mulai lahir hingga meninggal di usia lebih dari 60 tahun.

Biografi? Ya, tapi itu ditujukan bukan untuk sebuah fiksi, walaupun ada saja biografi yang memiliki unsur fiksi di dalamnya. Jadi sementara kita mengabaikan buku bersifat biografi, ya…

Nah, kita bicara karakter. Kalau mengikuti konsep Socrates, ada 4 karakter utama: melankolik, sanguinik, phlegmatik dan kolerik. Bila belum tahu, bisa browsing-browsing dulu deh. Menurut konsep itu, bisa saja tergabung melankolik dengan kolerik atau phlegmatik, bisa juga sanguinik tergabung dengan kolerik atau phlegmatik. Jadi bisa ada 8 pola karakter. Karakter-karakter itu jarang sekali berubah. Seorang yang melankolik menjadi sanguinik, sangat jarang. Begitu pula seorang yang kolerik menjadi phlegmatik.

Ingat, ini karakter, bukan kelakuan yang hanya muncul sesekali dalam kondisi yang tidak biasa. Karena seorang yang tegas atau keras kepala, memang kadangkala bisa saja mengalah, tetapi karakter menunjukkan perilaku yang sering muncul, bukan sesekali.

Mulai mengingat seseorang yang kamu kenal? Benar, karakternya itu akan tetap muncul di banyak kesempatan. Tegas, tidak plin-plan, tidak mudah bimbang. Berapa kali kamu melihatnya mendadak mengalah? Sangat jarang, walaupun pernah. Sama dengan karakter di novelmu.

Ketika salah satu tokoh di novelmu digambarkan sebagai orang yang tegas, maka hanya kejadian besar, kondisi ekstrem, situasi mendesak yang mampu membuatnya menjadi plin-plan. Bila tidak, para pembaca menjadi malas meneruskan membaca. Maka, karakter menjadi penting.

Bahkan melihat cara Monica Anggen membuat tabel karakter, sangat menarik untuk dicontoh. Tidak hanya karakter, tetapi juga tanggal lahir dan bahkan ciri-ciri fisik. Beberapa karakter memiliki hubungan dengan fisik dan terutama wajah. Seorang yang berwajah polos seperti bayi, memiliki tubuh yang tambun, jarang sekali menjadi orang yang keras kepala. Ini juga bisa menjaga konsep show-not-tell.

Coba lihat contoh di sini, karakter seorang tokoh dalam novelmu bisa dideskripsikan seperti contoh (Wina adalah gadis yang amat penyabar, ia selalu memulai ucapannya dengan senyuman) tetapi bisa juga demi menjaga konsep show-not-tell dituliskan; ‘ia selalu memulai ucapannya dengan senyuman, dan dia akan diam menyimak bila ada yang sedang bicara kepadanya (show: dia orang yang penyabar).

Kalimat langsung dari tokoh lain dalam cerita, seringkali memudahkan penulis untuk menggambarkan karakter seorang tokoh. Tidak mengapa untuk tidak show-not-tell di beberapa bagian, terutama bila tidak mudah menggambarkan karakter itu. Akan tetapi, cara seperti itu bila dilakukan untuk mendeskripsikan karakter semua tokoh dalam cerita, akan terasa membosankan. Sehingga cobalah untuk memvariasikan cara pendeskripsian karakter masing-masing tokoh.

Jadi sekarang semua sudah tahu, bahwa menjaga karakter itu perlu?

Ya, semua penulis ingin menyampaikan pesan tertentu kepada para pembaca. Baik itu pengetahuan, wawasan, pengalaman, atau sekedar hiburan. Salah satu tips dari tulisan yang saya kutip tentang mencocokkan nama dengan karakter, sangat baik untuk diikuti.
Penggunaan nama Tegar atau Kukuh untuk seorang yang cengeng, mudah mengeluh, gampang patah semangat akan terasa sebagai ironi bagi para pembaca. Sehingga penulis bisa langsung menegaskan ‘sikapnya yang mudah mengeluh, sama sekali berkebalikan dengan nama yang diberikan oleh orangtuanya; Kukuh’. Bila penulis tidak ingin menyampaikan ironi dari nama sang tokoh, lebih baik pilih nama lain yang tidak mendeskripsikan karakter yang berlawanan dengan karakter si tokoh.

Salah satu tips yang cukup mudah bagi para penulis adalah memasukkan karakter. Ketika ingin membuat satu tokoh yang mudah mengeluh, tidak punya semangat, maka coba cari dari orang-orang yang kita kenal, adakah yang memiliki karakter seperti itu? Bila tidak ada satupun yang kita kenal memiliki karakter seperti yang ingin kita tuliskan, maka cari dan kenalan lah dengan orang itu.

Ya, benar! Namanya observasi. Mau tidak mau, seorang penulis adalah seorang observer. Tetapi karena tokoh dengan karakter tertentu itu adalah pemeran-pemeran utama, maka bila tidak ada orang yang kita kenal memiliki karakter seperti itu, kita perlu memperbanyak kenalan kita.

Repot ya? Padahal kan kebanyakan penulis adalah orang yang introvert. Bagaimana mungkin bisa berkenalan dengan orang baru demi untuk meminjam karakternya ke dalam tokoh novel kita?

Di sinilah kepiawaian seseorang diuji. Di satu sisi, kita tetap ingin hidup dalam dunia kita sendiri, tertutup, bergaul dengan kalangan terbatas saja, tetapi berarti karakter di novel kita akan seperti itu saja. Nama tokoh yang berbeda, tetapi karakter yang itu-itu saja. Mungkin lebih mudah bila menulis novel berseri, tujuh hingga sepuluh judul dengan tokoh-tokoh yang itu-itu saja.

Kita lanjutkan nanti ya, bagaimana seorang yang introvert membuat karakter yang bervariasi… Silakan komentari tulisan ini ke twitter @ardiansyam.

Januari 2014

No comments: