Sunday, March 9, 2014

Tips Menulis - Dialog Sesuai Gender

Nah, apa pula ini? Para penulis lelaki seringkali agak gagap ketika menulis dialog tokoh perempuan, begitu pula sebaliknya. Padahal untuk banyak novel, terutama romans, seringkali ada dialog antar dua gender yang berbeda. Pembaca dapat merasakan apakah dialog itu diucapkan oleh seorang lelaki atau perempuan. Sehingga penulis perlu lebih berhati-hati dalam menulis dialog.

Bagaimana bila dialog terasa maskulin tetapi diucapkan oleh tokoh perempuan yang feminin? Sementara seringkali dialog justru memperkuat isi cerita. Maka kekuatan karakter para tokoh tidak akan jelas terlihat jika kita keliru dalam membuat dialog. Jadi bagaimana membuat dialog yang akan realistis dan efektif bagi pembaca? Seorang Leigh Michaels memberi beberapa rumusan yang akan saya sarikan dan tambahi pendapat kemudian.

Bila Anda seorang perempuan yang menulis dialog untuk karakter yang merupakan lelaki maskulin, maka coba ingat-ingat beberapa hal ini:

• Lelaki akan langsung meminta informasi tertentu daripada mengajukan pertanyaan retoris.

Ketika dia mencurigai pasangannya berselingkuh dengan lelaki lain, maka dia akan bertanya langsung siapa lelaki yang sering pergi bersama pasangannya itu, kemana saja dan apa yang dilakukan. Lelaki jarang bertanya dengan berputar “kamu belakangan pernah datang ke Mall ... gak?” Cukup sering lelaki akan bertanya pada pasangannya “apa hubungan kamu dengan si ....” Atau bahkan membuat pernyataan “aku dengar kamu punya hubungan dengan si ....”


• Sebaliknya, lelaki jarang mau sukarela menjelaskan apa yang dia sudah lakukan.

Akan banyak penjelasan di awal sebagai sebab dari tindakannya. Karena lelaki biasanya setelah dia mengatakan apa yang dia lakukan, jarang sekali dia bersedia menjelaskan lagi apa sebab tindakan itu. Di sisi lain, para perempuan sebaiknya bertanya ketika dia menceritakan sebab dari tindakannya itu, bila belum jelas.


• Lelaki jarang membagi perasaannya, paling sering justru ketika stress atau ditanya dengan paksa. Satu-satunya perasaan yang sering ditunjukkan justru kemarahan.

Sehingga dalam dialog dengan seorang perempuan yang menjadi pasangan si lelaki, bila Anda ingin membuat si lelaki mengungkapkan perasaannya, dialognya dapat dipilih dari 2 cara. Membuat dia yakin bahwa akan berdampak buruk pada si perempuan jika si lelaki memendam perasaan “... aku akan lebih tersiksa lagi dan menduga hal-hal buruk sedang terjadi dan akan lebih buruk bagi kita semua kalau kamu tetap diam...”
Biasanya setelah si lelaki bisa disadarkan bahwa akan berakibat buruk bagi pasangannya bila dia memendam perasaan, maka dia akan (walaupun dengan berat hati) mengungkapkan perasaan.


• Dialog tetang deskripsi sesuatu atau seseorang. Biasanya lelaki jarang mengungkapkan dengan detail tentang bahasa tubuh, ekspresi, benda-benda di ruangan, warna-warna, bentuk-bentuk unik.

Dalam dialog, lelaki akan berpegang pada pada hal-hal dasar. Jarang sekali lelaki menggunakan kata fuchsia, magenta, maroon untuk menggambarkan beberapa degradasi warna merah. Lelaki juga suka bingung membedakan antara kitten heels dengan wedges.


• Lelaki jarang menggunakan eufemisme, perbandingan dan metafora.

Lelaki tidak suka membanding-bandingkan untuk mendapatkan persetujuan, misal apakah dia lebih cocok menggunakan kemeja biru atau coklat. Jarang pula dalam dialog dia menggunakan kata-kata kiasan apalagi kata-kata yang dia tak tahu apakah teman bicaranya mengerti atau tidak


Lalu bagaimana kalau Anda lelaki dan ingin menulis dialog tokoh perempuan?

• Perempuan cenderung untuk bersimpati dan berbagi pengalaman daripada memberikan nasihat.

Maka ketika si tokoh perempuan berdialog, akan ada sedikit empati dalam reaksinya. Cobalah untuk menghindari dialog panjang yang langsung mengarah pada saran atau hal-hal yang harus dilakukan.


• Perempuan cenderung bicara tentang prestasi mereka dan diri mereka sendiri dengan cara mencela diri sendiri daripada menyombongkannya.

Ini berbeda dengan merendah, karena tokoh perempuan yang kita tulis akan berkata “...prestasiku sangat buruk, baru tiga bulan aku jadi sales manager dan aku baru menjual sedikit...” lalu teman bicaranya akan bertanya “berapa?” dia kemudian menjawab “Cuma 3.000 unit. Buruk sekali!” teman bicaranya lalu merespon “...hei, rata-ratanya sales lain hanya mampu menjual 800 unit per bulan...” dan tokoh perempuan kita menjawab “benar kan, aku buruk sekali!”

• Perempuan cenderung tidak langsung dan manipulatif , bahkan seorang wanita tegas biasanya mempertimbangkan lebih dulu efek pernyataannya, apakah cenderung menguasai.

“...mudah-mudahan itu tidak terlalu memberatkanmu, jadi jangan lakukan kalau memberatkan, walaupun itu penting buatku...”


• Perempuan sangat suka hal mendetil dalam menggambarkan mode, warna, desain.

“kamu tahu kan, gaun itu mestinya sebuah kamisol berwarna fuchsia, tapi dia pintar sekali menutupinya dengan blazer berwarna hazelnut. Untuk menutupi bagian atas renda kamisolnya, dia pakai pashmina yang diikat di bagian depan.” Ya, sedetil itu.


• Perempuan sangat sering menunjukkan emosi kecuali marah, sehingga saat marah mereka cenderung melakukan dengan cara yang pasif atau eufemistis.

Tokoh perempuan yang kita tulis bisa saja berteriak, tetapi harus ada alasan yang sangat kuat yang membuatnya melakukan hal itu. Berbeda dengan menangis, tertawa atau tersenyum malu sangat mudah terjadi.


• Perempuan mengenal ekspresi dan bahasa tubuh.

Karena itu perempuan sering mempertahankan kontak mata ketika bicara, saat dia tidak melakukan kontak mata, bukan berarti perempuan tidak memperhatikan bahasa tubuh kawan bicaranya.


Tapi bagaimana kita bisa mendapatkan kata-kata apa saja yang bisa digunakan untuk dialog dari tokoh yang berbeda gender dengan penulis? Ada beberapa tips:

• Menguping bila dua orang dengan gender yang berbeda dengan kita bicara satu sama lain. Penulis perempuan perlu mencari tempat dan waktu untuk menguping dua orang lelaki bicara, biasanya di cafe atau restoran siang atau sore hari. Penulis lelaki perlu mencari di mall untuk dapat menguping dua orang perempuan bicara.

• Menguping ketika seorang lelaki dan perempuan bicara dan mencoba menebak-nebak bentuk hubungan mereka. Apakah mereka berteman, pasangan yang baru berkencan atau sudah lama menikah. Pastikan dengan dialog yang mendasari dugaan kita itu. Sehingga dengan begitu kita terbiasa menuliskan dialog tokoh-tokoh kita sesuai bentuk hubungan mereka.

• Baca dialog yang kita tulis dengan suara keras. Kata-kata yang tidak wajar dalam dialog seringkali tidak terlihat saat menjadi tulisan, tetapi akan segera terdengar aneh ketika diucapkan dengan suara.

• Minta bantuan teman untuk membacakan dengan suara keras, dialog yang kita tulis. Akan lebih baik lagi bila dialog dari tokoh lelaki kita dibacakan oleh seorang teman lelaki dan dialog dari tokoh perempuan dibacakan oleh seorang teman perempuan. Dengan begitu, penulis menjadi hanya menjadi pendengar dan dapat menemukan bila ada kata-kata yang aneh bila diucapkan oleh gender tertentu. Bahkan sebenarnya ada 2 pendengar yang teliti setiap kali satu dialog dibacakan, si penulis dan orang yang tidak sedang membacakan dialog.

Seru juga ya ternyata bila kita menjadi lebih serius dalam dialog, novel kita akan lebih “punya rasa” dibanding sebelumnya. Karena kata-katanya menjadi lebih perempuan atau lebih lelaki. Silakan mencoba dan mendapatkan hasilnya.

No comments: