Tuesday, March 18, 2014

Tips Menulis: Waspadai Pembacamu

Iya, lho. Hati-hati dengan pembacamu. Kabarnya, satu orang yang senang akan memberi kabar kepada lima temannya, tetapi satu orang yang kecewa akan memberi tahu kepada dua puluh temannya.

Tapi apa hubungannya dengan menulis? Bukankah kita bebas menulis apa saja?

Betul, bebas saja menulis bahwa Harry Potter tidak bisa dikalahkan oleh siapapun, penulis bisa berimajinasi seluas mungkin. Bagaimana kalau kita menulis bahwa baru saja menonton film Avatar di Blitz Megaplex dan melihat poster Jokowi dan Ahok untuk pemilihan Gubernur DKI, bisa?

Aneh, kan. Karena ketika Avatar diputar di bioskop kelas satu di Jakarta, maka sama sekali belum ada berita apapun terkait Jokowi menjadi Gubernur DKI. Middle Earth, Hogwarts, Narnia, Terrabithia (maaf kalau ada yang salah tulis) menjadi setting yang sangat bebas sekali. Tetapi bila settingnya Jakarta, akan ada batasan-batasan yang harus kita pedulikan sebagai penulis.

Bagaimana dengan tahun kejadian? Perlukah kita menuliskannya?

Tergantung tujuan penulis ke pembaca, bila penulis ingin membuai pembaca, angka tahun kejadian tidak perlu dituliskan. Untuk setting tahun 1945, cukup dengan menyatakan, sebulan yang lalu seorang bernama Soekarno membacakan Proklamasi di Jakarta. Bisa juga dengan menyatakan: ketika itu Ayla, Agya adalah dua jenis mobil murah yang muncul di banyak ruang pamer di Jakarta, maka orang tahu bahwa itu tahun 2013.

Bila ingin menunjukkan masa yang akan datang, ada banyak sekali cara, dan kita memang bisa sangat kreatif. Coba bayangkan, mana yang lebih mungkin untuk menjadi masa depan dunia? Mad Max, Water World atau Mattrix? Saya jelas tidak mampu membayangkan mana yang lebih mungkin untuk menjadi masa depan dunia, mungkin Anda juga tidak mampu memastikan mana yang akan menjadi masa depan dunia.

Setting bergantung dengan tahun kejadian cerita. Jangan menyebut Hotel Des Indes bila tahun kejadian cerita setelah 1980, karena tidak ada lagi yang tahu di mana lokasinya, dan hotel dengan nama itu, sudah berganti nama, bahkan ada nama Kempinsky di bangunan itu kalau Anda lihat gedung itu di tahun 2014.

Saya bahkan baru tahu dari seorang penulis kondang Bapak Soeparto Brata, bahwa kata “ataoe” hanya dipakai antara tahun 1947 hingga 1952. Sebelum dan sesudah tahun itu, setiap orang menggunakan kata “atau”. Coba cek di literatur yang ada.

Bagaimana dengan nama? Nah, coba kita lihat, Kent adalah nama yang biasa pada tahun 1938, karena itu lelaki baja itu disebutkan diasuh oleh keluarga Kent dan diberi nama Clark, nama yang juga umum di masa itu. Setahun kemudian seorang pewaris keluarga kaya, bernama Bruce Wayne muncul di Gotham City, sebuah kota dengan setting persis seperti New York.

Uniknya, di tahun yang sama, seorang aktor yang ketika tahun 1907 terlahir sebagai Marion Robert Morisson baru saja terkenal di tahun 1939 dengan nama panggung: John Wayne. Sang lelaki kelelawar juga kira-kira berusia 30 tahun saat pertama sekali berkelana malam-malam di Gotham City. Lihatlah persamaan usia dan nama.

Ada seorang John McCain menjadi senator di Amerika Serikat mulai tahun 182 dan terpilih lebih dari sekali. Lalu ada seorang Eric McCaine yang menjadi penyanyi R&B yang baru dikenal. Serta sederet orang yang baru terkenal di tahun 1988 yang bernama belakang McClain. Jadi tidak aneh bila sutradara John McTiernan, penulis skenario Steven E. De Souza dan Jeb Stuart memilih nama John McClane menjadi tokoh yang tidak bisa mati (Die Hard) di tahun 1988.

Jadi, nama harus ada hubungan dengan tahun kejadian? Tentu! Sulit menemukan orang bernama belakang Dredd di tahun 1995, bahkan nama Neo saja dalam film tahun 1999 adalah nickname si komputer programmer yang diperankan Keanu Reeves. Nah, pernah tahu tokoh dalam sebuah film Amerika yang bernama Keanu? Rasanya saya belum pernah dengar.

Jadi pilihlah nama yang umum di tahun kejadian cerita yang kita tulis, atau nama yang umum di tahun ketika kita menulis cerita. Seorang teman saya, Sefryana Khairil menulis nama tokohnya dengan nama lengkap, 2 kata, bukan hanya 1. Kenapa? Karena dia memilih nama-nama yang memiliki makna, berkesan nama lengkap, sehingga pembaca merasa sedang berkenalan dan berteman dengan tokoh-tokoh novelnya.

Umur? Saya pernah mengalaminya sendiri, untung saja terjadi ketika masih di tangan editor. Saya menuliskan dua orang yang seumur, tiga tahun lalu mengalami kejadian mengerikan. A terbunuh kemudian B menikah dengan mantan istri A, tetapi saya menuliskan anak dari B dengan mantan istri A saat ini berusia empat tahun. Fatal sekali! Sama fatalnya seperti kita menyebutkan seorang pensiunan berusia 40 tahun padahal dia pensiun normal (yang mestinya di usia 56 tahun). Tapi itulah, untung sekali bila kesalahan itu sudah terlihat saat di tangan editor. Bagaimana bila seseorang telah membeli buku kita dan dia melihat kesalahan fatal itu?

Kita balik lagi ke topik awal: waspadai pembacamu. Karena ada 3 jenis pembaca: pembaca yang tidak peduli dengan detail yang dia baca, pembaca yang memperhatikan detil dan pembaca yang terganggu dengan detil yang tidak umum. Jadi 2 dari 3 pembaca akan memperhatikan detil. Bahkan pembaca novel roman saja, beberapa memperhatikan detil. Sehingga ketika kita abai pada hal-hal detil, maka buku kita akan dianggap tidak menarik.

Bila buku dianggap tidak menarik oleh seseorang, maka akan ada dua puluh temannya yang menganggap buku itu tidak menarik. Lalu, akan semakin banyak pula lah orang yang tidak tertarik untuk membaca buku kita. Apakah itu yang kita inginkan?

Lalu bagaimana dengan niat kita menulis? Kita menulis untuk menyampaikan pesan. Pesan akan diteruskan oleh orang yang membaca buku kita, lalu semua orang yang mendapatkan pesan membaca buku itu sehingga pesan akan terpahami. Bagaimana bisa pesan dipahami oleh banyak orang bila ada pesan lain dari orang lain, bahwa buku itu bukan buku yang baik.

Baru bicara tentang pesan dalam buku saja, akan terhalang karena setting tahun, lokasi, nama, umur dan banyak lagi hal-hal logis lainnya. Bagaimana pesan itu bisa tersebar luas?

Tapi saya hanya berniat menghibur pembaca, apakah perlu seserius itu?

Tahukah Anda bahwa jauh lebih serius persiapan yang dilakukan oleh pelawak atau comedian on mic daripada seorang yang berangkat ke kantor setiap pagi. Padahal seorang berangkat ke kantor berniat untuk melakukan pekerjaan serius, sementara komedian berniat menghibur orang lain.

Anda percaya bahwa orang akan terhibur bila dia merasa terganggu dengan hal-hal detail? Saya tidak percaya.