Sunday, July 13, 2014

Plot Novel Roman

Menyusun plot untuk novel roman bisa menggunakan teori DABDA (Denial-Anger-Bargaining-Depression-Acceptance). Konsep ini sebenarnya berasal dari tahapan respon psikologis seseorang menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Konsep yang ditemukan oleh Elizabeth Kubler-Ross terkait dengan respon seseorang terhadap keadaan duka yang terjadi.    (http://en.wikipedia.org/wiki/Kübler-Ross_model)

Teori DABDA

Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Psikiater Swiss-Amerika Elisabeth Kubler-Ross dalam bukunya tahun 1969, On Death and Dying, dan diinspirasi oleh respon psikologis para pasiennya yang sakit parah. Elisabeth Kubler-Ross mencatat bahwa tahap-tahap tersebut tidak dimaksudkan untuk menjadi daftar lengkap semua emosi yang mungkin yang bisa dirasakan, serta belum tentu dalam urutan yang sama. Tetapi menurutnya lima respon emosi tersebut muncul pada sebagian besar orang yang diteliti.

Denial – Penyangkalan

Respon pertama ketika mendapatkan hal atau berada dalam situasi yang tidak menyenangkan. Menganggap semua yang terjadi adalah mimpi buruk, menolak kenyataan bahkan berilusi bahwa kejadian atau hal nyatanya adalah berkebalikan.

Bagaimana menerapkan hal ini dalam plot cerita roman?

Roman percintaan, tahap ini adalah di mana si tokoh menyangkal bahwa orang yang dia inginkan menolaknya. Atau bisa juga sebaliknya, tokoh cerita didekati oleh orang lain, dan menyangkal bahwa orang tersebut sedang melakukan pendekatan. “Gak mungkin si Dody gak sadar kalo aku sering perhatiin dia” atau “Kayaknya gak mungkin deh si Dody perhatiin aku. Dia kan popular di sekolah, kalau aku…?”

Dalam roman persahabatan bisa saja ini seorang sahabat bertemu dengan teman baru dan melupakan sahabat-sahabatnya. Salah satu sahabat yang dilupakan adalah tokoh cerita kita. Maka si tokoh mulai menyangkal, bahwa si sahabat sedang dalam tahap memperkenalkan teman baru itu pada lingkungan, hingga nanti setelah si teman baru mulai akrab maka mereka akan mendapat tambahan satu sahabat lagi. Padahal pada kenyataan, si sahabat memang lebih memilih untuk bergaul dengan teman baru itu dibanding para sahabat.

Nah, sekarang sudah mulai bisa membuat plot baru dari tahapan denial ini, kan?

Anger – Kemarahan

Orang mulai mengakui bahwa penyangkalan tidak dapat dilanjutkan. Kemarahan dapat memanifestasikan dirinya dalam cara yang berbeda. Orang bisa marah dengan diri mereka sendiri, atau dengan orang lain, atau pada kekuatan yang lebih tinggi, dan terutama ke orang-orang terdekat. “Tidak adil!”; "Bagaimana ini bisa terjadi padaku?"; '"Siapa yang harus disalahkan?"; "Mengapa Allah membiarkan ini terjadi?"

Dalam novel percintaan, kenyataan bahwa orang yang ditaksir ternyata tidak peduli dengan si tokoh cerita membuatnya marah. Atau sebaliknya, karena ternyata orang itu memang coba-coba mendekati tokoh cerita dan ingin pacaran, tidak disukai oleh si tokoh cerita. Tokoh cerita mulai cuek, judes atau bahkan kejam ke orang yang mencoba mendekatinya.

Di novel persahabatan dalam contoh tadi, tahap ini si tokoh cerita kita mulai menyalahkan sahabat lain yang bertingkah norak sehingga si sahabat yang memiliki teman baru itu meninggalkan mereka.

Bargaining - Merundingkan

Kemarahan sudah mulai reda, kenyataan sudah mulai bisa diterima. Tetapi, karena respon awalnya adalah menyangkal kenyataan, masih mempertimbangkan harga diri. Malu mengakui bahwa pernah menciptakan ilusi dalam hidupnya. Tawar-menawar dalah tahap emosi ini juga antara tokoh cerita dengan tokoh lain.

Contoh dalam roman percintaan, si tokoh yang berilusi bahwa ada orang lain yang mendekatinya mulai mencoba untuk menjadi lebih dekat, peduli dan menunjukkan perhatian lebih besar. Di contoh lain, tokoh utama yang mulai yakin bahwa perhatian dari orang yang mendekatinya, mungkin cukup menyenangkan, bukan sesuatu yang menyebalkan.

Dalam roman persahabatan, si tokoh cerita mulai ‘berunding’ dengan si sahabat dan memintanya untuk selalu mengajak si teman baru setiap ada acara para sahabat. Sehingga perlahan-lahan perhatian dan keakraban si sahabat mulai tumbuh lagi.

Depression

Emosi terpicu kembali, usaha untuk ‘berunding’ ternyata tidak selalu berhasil. Keadaan atau kenyataan tetap memaksa, tidak dapat ditawar lagi. Maka tokoh cerita menjadi sangat sedih, depresi karena usahanya tidak menunjukkan hasil, bahkan mulai terlihat menuju kegagalan. Cukup menarik untuk digunakan dalam cerita, karena pada saat ini pembaca akan terombang-ambingkan. Bila penulis cukup cerdik menarik emosi pembaca ke dalam emosi tokoh cerita, maka pada tahap emosi ‘berunding’ pembaca bisa saja sudah merasa senang bahwa usaha si tokoh cerita mulai berhasil.

Di roman percintaan, si tokoh yang coba meningkatkan kepedulian pada orang yang dia sukai, sekarang menyadari sepenuhnya bahwa usaha tersebut mungkin tidak disadari, tidak membawa hasil, orang itu tetap cuek dan tidak peduli. Di plot roman percintaan lainnya, bisa saja dibuat, perilaku orang yang mendekati tokoh cerita, ternyata memang norak dan menyebalkan.

Dalam roman persahabatan? Betapa tidak depresi bila ternyata si sahabat tidak mau mengajak teman barunya masuk ke dalam lingkungan para sahabat. Dia dengan sengaja tetap menjauhkan si teman baru agar tidak bergaul dengan sahabat lain.

Situasi ini dapat dibuat sangat menekan sehingga pembaca percaya bahwa tidak ada cara lain selain menerima kenyataan pahit itu. Semakin penulis ikut sedih saat menulis tahap emosi ini, semakin lekat para pembaca dalam cerita.

Acceptance – Penerimaan

Nah, kalau kita menggunakan pola plot DABDA, di bagian akhir kita akan membuat si tokoh cerita menerima kondisi yang tidak sesuai dengan kehendak hatinya. Tentu kalau kita masih ingin memberikan happy ending pada pembaca, kita bisa memanfaatkan bagian ini untuk memberikan kejutan manis.

Lihat saja di kehidupan sehari-hari juga terjadi, ‘saat kita angkat tangan, maka Tuhan akan turun tangan’. Jadi pada saat si tokoh cerita digambarkan sudah pasrah dan rela menerima keadaan, maka bisa saja terjadi malah kondisi berbalik dan menjadi sesuai dengan keinginannya.

Karena penulis bisa playing God, maka bisa juga kita ‘memberi’ sad ending pada pembaca. Sehingga semua kisah percintaan akan menjadi salah paham, bertengkar dan tidak jadi pacaran. Kisah persahabatan menjadi pertengkaran atau timbul ketegangan hubungan.

Terserah Penulis


Semua yang ada dalam sebuah cerita sangat bergantung pada penulis dalam meramu kata-kata menjadi sesuatu yang memukau dan memberi banyak hal pada pembaca. Sebuah tulisan akan bertahan dalam ingatan pembaca bila juga membuka wawasan, menambah pengetahuan selain melenakan pembaca. Penulis bebas menentukan pilihan.

No comments: