Menyusun plot untuk novel roman bisa menggunakan teori DABDA
(Denial-Anger-Bargaining-Depression-Acceptance). Konsep ini sebenarnya berasal
dari tahapan respon psikologis seseorang menghadapi masalah dalam kehidupan
sehari-hari. Konsep yang ditemukan oleh Elizabeth Kubler-Ross terkait dengan
respon seseorang terhadap keadaan duka yang terjadi. (http://en.wikipedia.org/wiki/Kübler-Ross_model)
Teori DABDA
Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Psikiater
Swiss-Amerika Elisabeth Kubler-Ross dalam bukunya tahun 1969, On Death and
Dying, dan diinspirasi oleh respon psikologis para pasiennya yang sakit parah. Elisabeth
Kubler-Ross mencatat bahwa tahap-tahap tersebut tidak dimaksudkan untuk menjadi
daftar lengkap semua emosi yang mungkin yang bisa dirasakan, serta belum tentu
dalam urutan yang sama. Tetapi menurutnya lima respon emosi tersebut muncul
pada sebagian besar orang yang diteliti.
Denial – Penyangkalan
Respon pertama ketika mendapatkan hal atau berada dalam
situasi yang tidak menyenangkan. Menganggap semua yang terjadi adalah mimpi
buruk, menolak kenyataan bahkan berilusi bahwa kejadian atau hal nyatanya
adalah berkebalikan.
Bagaimana menerapkan hal ini dalam plot cerita roman?
Roman percintaan, tahap ini adalah di mana si tokoh
menyangkal bahwa orang yang dia inginkan menolaknya. Atau bisa juga sebaliknya,
tokoh cerita didekati oleh orang lain, dan menyangkal bahwa orang tersebut
sedang melakukan pendekatan. “Gak mungkin si Dody gak sadar kalo aku sering
perhatiin dia” atau “Kayaknya gak mungkin deh si Dody perhatiin aku. Dia kan popular
di sekolah, kalau aku…?”
Dalam roman persahabatan bisa saja ini seorang sahabat
bertemu dengan teman baru dan melupakan sahabat-sahabatnya. Salah satu sahabat
yang dilupakan adalah tokoh cerita kita. Maka si tokoh mulai menyangkal, bahwa
si sahabat sedang dalam tahap memperkenalkan teman baru itu pada lingkungan,
hingga nanti setelah si teman baru mulai akrab maka mereka akan mendapat
tambahan satu sahabat lagi. Padahal pada kenyataan, si sahabat memang lebih
memilih untuk bergaul dengan teman baru itu dibanding para sahabat.
Nah, sekarang sudah mulai bisa membuat plot baru dari
tahapan denial ini, kan?
Anger – Kemarahan
Orang mulai mengakui bahwa penyangkalan tidak dapat
dilanjutkan. Kemarahan dapat memanifestasikan dirinya dalam cara yang berbeda.
Orang bisa marah dengan diri mereka sendiri, atau dengan orang lain, atau pada
kekuatan yang lebih tinggi, dan terutama ke orang-orang terdekat. “Tidak adil!”;
"Bagaimana ini bisa terjadi padaku?"; '"Siapa yang harus
disalahkan?"; "Mengapa Allah membiarkan ini terjadi?"
Dalam novel percintaan, kenyataan bahwa orang yang ditaksir
ternyata tidak peduli dengan si tokoh cerita membuatnya marah. Atau sebaliknya,
karena ternyata orang itu memang coba-coba mendekati tokoh cerita dan ingin
pacaran, tidak disukai oleh si tokoh cerita. Tokoh cerita mulai cuek, judes
atau bahkan kejam ke orang yang mencoba mendekatinya.
Di novel persahabatan dalam contoh tadi, tahap ini si tokoh
cerita kita mulai menyalahkan sahabat lain yang bertingkah norak sehingga si
sahabat yang memiliki teman baru itu meninggalkan mereka.
Bargaining - Merundingkan
Kemarahan sudah mulai reda, kenyataan sudah mulai bisa
diterima. Tetapi, karena respon awalnya adalah menyangkal kenyataan, masih
mempertimbangkan harga diri. Malu mengakui bahwa pernah menciptakan ilusi dalam
hidupnya. Tawar-menawar dalah tahap emosi ini juga antara tokoh cerita dengan
tokoh lain.
Contoh dalam roman percintaan, si tokoh yang berilusi bahwa
ada orang lain yang mendekatinya mulai mencoba untuk menjadi lebih dekat,
peduli dan menunjukkan perhatian lebih besar. Di contoh lain, tokoh utama yang
mulai yakin bahwa perhatian dari orang yang mendekatinya, mungkin cukup
menyenangkan, bukan sesuatu yang menyebalkan.
Dalam roman persahabatan, si tokoh cerita mulai ‘berunding’
dengan si sahabat dan memintanya untuk selalu mengajak si teman baru setiap ada
acara para sahabat. Sehingga perlahan-lahan perhatian dan keakraban si sahabat
mulai tumbuh lagi.
Depression
Emosi terpicu kembali, usaha untuk ‘berunding’ ternyata
tidak selalu berhasil. Keadaan atau kenyataan tetap memaksa, tidak dapat
ditawar lagi. Maka tokoh cerita menjadi sangat sedih, depresi karena usahanya
tidak menunjukkan hasil, bahkan mulai terlihat menuju kegagalan. Cukup menarik
untuk digunakan dalam cerita, karena pada saat ini pembaca akan
terombang-ambingkan. Bila penulis cukup cerdik menarik emosi pembaca ke dalam
emosi tokoh cerita, maka pada tahap emosi ‘berunding’ pembaca bisa saja sudah
merasa senang bahwa usaha si tokoh cerita mulai berhasil.
Di roman percintaan, si tokoh yang coba meningkatkan
kepedulian pada orang yang dia sukai, sekarang menyadari sepenuhnya bahwa usaha
tersebut mungkin tidak disadari, tidak membawa hasil, orang itu tetap cuek dan
tidak peduli. Di plot roman percintaan lainnya, bisa saja dibuat, perilaku
orang yang mendekati tokoh cerita, ternyata memang norak dan menyebalkan.
Dalam roman persahabatan? Betapa tidak depresi bila ternyata
si sahabat tidak mau mengajak teman barunya masuk ke dalam lingkungan para
sahabat. Dia dengan sengaja tetap menjauhkan si teman baru agar tidak bergaul
dengan sahabat lain.
Situasi ini dapat dibuat sangat menekan sehingga pembaca
percaya bahwa tidak ada cara lain selain menerima kenyataan pahit itu. Semakin penulis
ikut sedih saat menulis tahap emosi ini, semakin lekat para pembaca dalam
cerita.
Acceptance – Penerimaan
Nah, kalau kita menggunakan pola plot DABDA, di bagian akhir
kita akan membuat si tokoh cerita menerima kondisi yang tidak sesuai dengan
kehendak hatinya. Tentu kalau kita masih ingin memberikan happy ending pada pembaca, kita bisa memanfaatkan bagian ini untuk
memberikan kejutan manis.
Lihat saja di kehidupan sehari-hari juga terjadi, ‘saat kita
angkat tangan, maka Tuhan akan turun tangan’. Jadi pada saat si tokoh cerita
digambarkan sudah pasrah dan rela menerima keadaan, maka bisa saja terjadi
malah kondisi berbalik dan menjadi sesuai dengan keinginannya.
Karena penulis bisa playing
God, maka bisa juga kita ‘memberi’ sad
ending pada pembaca. Sehingga semua kisah percintaan akan menjadi salah
paham, bertengkar dan tidak jadi pacaran. Kisah persahabatan menjadi
pertengkaran atau timbul ketegangan hubungan.
Terserah Penulis
Semua yang ada dalam sebuah cerita sangat bergantung pada
penulis dalam meramu kata-kata menjadi sesuatu yang memukau dan memberi banyak
hal pada pembaca. Sebuah tulisan akan bertahan dalam ingatan pembaca bila juga
membuka wawasan, menambah pengetahuan selain melenakan pembaca. Penulis bebas
menentukan pilihan.
No comments:
Post a Comment