
(sudah dimuat di andriewongso.com)
Dalam mitologi Yunani dinyatakan bahwa Themis merupakan satu dari 6 putra dan 6 putri dari Dewi Gaia (Dewi Bumi) dan Dewa Ouranos (Dewa Langit). Keduabelas putra dan putri Gaia-Ouranos adalah ras yang memiliki kekuasaan mengatur, masing-masing bernama: Oceanus, Thetys, Hyperion, Theia, Coeus, Phoebe, Cronus, Rhea, Mnemosyne, Crius, Iapetus dan tentu saja Themis. Merekalah yang oleh orang Yunani dipercaya mengatur dunia ini.
Themis dapat diartikan sebagai hukum alam atau bisa juga disebut sebagai pengaturan bagi kemanusiaan. Dewi Themis juga melambangkan keteraturan, peraturan hukum dan adat kebiasaan. Dalam banyak penggambaran, Themis merupakan perempuan dengan mata tertutup, tangan kanan memegang timbangan dan tangan kiri memegang pedang, seperti yang anda lihat di atas. Dalam beberapa penggambaran, terlihat ada seekor ular yang sedang melata di kaki Sang Dewi. Penggambaran lain justru menunjukkan bahwa pedang yang dipegang Dewi Themis di tangan kiri menusuk tubuh ular yang diinjak oleh kaki Sang Dewi.
Penggambaran yang sangat jelas tentang bagaimana keadilan harus ditegakkan, bahkan dijunjung tinggi, fiat justisia ruat coelum. Keadilan harus tetap hidup bahkan andai langit runtuh dan menimpa dunia. Kejahatan harus dihentikan, bukan hanya ditusuk dengan pedang, bahkan diinjak-injak bila perlu. Walaupun Amerika Serikat menggunakan pemikiran bahwa lebih baik membiarkan banyak penjahat bebas daripada menghukum seorang yang tidak bersalah, tetapi ketika kondisi reasonable doubt, bahwa berdasarkan alasan dan akal sehat setelah melalui pertimbangan yang hati-hati atas bukti-bukti yang ada seorang juri dapat meyakini bahwa seseorang bersalah, maka hukum langsung ditegakkan. Dengan vonis yang cukup berat.
Mata yang tertutup sering diartikan bahwa tidak ada ampun, bahkan bila orang yang melakukan kesalahan adalah orang yang sangat dikenal. Dimaknai bahwa Sang Dewi hanya menggunakan pendegaran dan setelah itu fikiran serta hati nurani saja untuk memutuskan apakah orang tersebut bersalah atau ternyata harus dibela. Tidak peduli apakah orang tersebut baru saja dikenal ataupun merupakan sahabat lama.
Tetapi banyak sekali guyonan justru tentang mata Themis yang ditutup itu. Karena mengenali seseorang tidak hanya perlu mata. Telinga juga dapat membedakan apakah orang yang ada di depan kita adalah orang yang kita kenal atau orang yang baru sekali ini bertemu dengan kita. Maka dengan telinga saja Sang Dewi sudah dapat mengenali apakah dia sedang mengadili sahabat lama atau kenalan baru.
Ada guyonan yang lebih parah lagi. Pernah Anda perhatikan bagaimana orang buta berdagang? Anda perhatikan ketika mereka menerima uang untuk membayar barang yang mereka jual dan mengenali uang yang akan mereka berikan kepada pembeli sebagai kembali bila sang pembeli memberikan uang dengan nilai yang lebih tinggi dari nilai jual barang tersebut? Si orang buta akan meraba uang tersebut dari ujung ke ujung. Ternyata tekstur kertas dari masing-masing pecahan berbeda, begitu pula dimensi kertas uang tersebut.
Maka lanjutan dari guyonan itu adalah Themis akan meletakkan salah satu dari kedua gadget yang dipegang. Ketika akan menandai uang, Themis meletakkan pedang maka berarti dia bersedia untuk tidak membunuh serpent (ular / mahluk jahat) ketika memegang uang. Bila Themis melepaskan timbangan, maka berarti dia bersedia untuk bertindak tidak adil.
Padahal pernah Anda perhatikan bahwa dengan satu lembar kertas uang saja, seorang yang tidak dapat melihat perlu waktu cukup lama untuk mengetahui uang dengan nilai berapa yang sedang dia pegang. Bagaimana bila itu terjadi dengan banyak lembr kertas uang, satu persatu akan diperiksa dengan cara yang sama. Maka akan sangat lama sekali Sang Dewi melepaskan pedang atau timbangan yang dia pegang.
Semakin parah bila Sang Dewi memiliki kulit jari yang tidak terlalu sensitif, maka diperlukan dua tangan untuk memeriksa uang tersebut satu persatu. Sehingga tak satupun yang dapat dia lakukan, baik menghukum orang yang bersalah maupun memberikan keadilan bagi semua pihak.
Anda, mungkin, dalam hati menyebut sebuah kasus, sekelompok orang, sebuah organisasi maupun seseorang dalam negara kita yang tercinta ini. Ya, begitulah yang terjadi dalam dunia peradilan. Semua orang di luar sistem peradilan menuduh orang dalam sistem melakukan hal tersebut, sementara semua orang dalam sistem akan mati-matian membela diri bahwa tidak ada rekan mereka yang melakukan hal tersebut.
Menyedihkan memang. Di saat banyak orang yang semakin lama semakin menderita, semakin lama semakin banyak yang terkena penyakit gizi buruk, semakin banyak yang secara nyata sangat memerlukan Subsidi Langsung Tunai, semakin banyak orang yang yang tidak lagi mempunyai pekerjaan, semakin banyak orang yang harus mengantri untuk sekedar mendapatkan minyak tanah, tetapi Dewi Themis yang dipercayakan untuk mempertahankan keseimbangan malah sibuk menghitung uang.
Akan menjadi lebih seru lagi bila kedua belah pihak yang berseteru sama-sama membuat Dewi Themis sibuk menghitung uang dari kedua pihak tersebut. Betapa akan semakin lama pula Themis melupakan tanggungjawab yang diserahkan oleh Zeus. Apakah Zeus demikian pemaaf, sehingga Themis boleh begitu saja mengabaikan tanggung jawab yang dia emban?
Lebih sayang lagi memang bahwa semua yang mengambil peran Dewi Themis jauh lebih takut pada kehilangan penghasilan, kehilangan kenyamanan hidup, kehilangan kemewahan. Langit memang tidak pernah runtuh, bahkan kenyamanan hidup pun tidak berani mereka lepaskan apalagi sampai langit runtuh demi fiat justisia.
Teman saya pernah berkata, bagaimana mengetahui seseorang sudah sangat kaya atau masih sangat miskin. Seorang teman lain menyatakan bahwa seseorang bisa dibilang kaya bila dia memiliki banyak rumah, banyak mobil, banyak perusahaan dan banyak uang. Saya bilang, bahwa saya tidak pernah dengar (mungkin memang wawasan saya yang sempit) Bill Gates memiliki perusahaan lain selain Microsoft. Memang ada banyak perusahaan lain di bawah Microsoft, ada juga perusahaan yang dimiliki secara bersama dengan perusahaan lain yang juga besar. Tetapi semua perusahaan tadi adalah milik Microsoft, bukan milik Bill Gates. Bill Gates bahkan hanya memiliki sebagian saja dari saham Microsoft. Beberapa rumah yang ditempati oleh keluarga Gates, juga milik Microsoft. Begitu pula dengan mobil yang dipergunakan.
Beberapa kali Bill Gates bepergian keliling dunia dengan tujuan bisnis (yang tentu saja dibayar oleh Microsoft) tetapi bisa travelling di sela-sela bisnis tersebut. Bila Robert T Kiyosaki saja mengajarkan untuk tidak memiliki uang pribadi terlalu banyak, dengan memindahkan sebagian besar penghasilan pribadi menjadi asset perusahaan yang dimiliki, maka sangat mungkin Bill Gates sudah melakukan hal tersebut dari dulu.
Jadi siapa yang miskin kalau Bill Gates secara pribadi bukan pemilik banyak perusahaan, bukan pemilik banyak mobil, bukan pemilik banyak rumah bahkan mungkin uang yang disimpan atas nama Bill Gates juga tidak banyak?
Saya katakan bahwa orang yang miskin justru orang yang takut kehilangan kekayaan, kemewahan dan kenyamanan hidup. Yang miskin justru orang yang mempertahankan mobil yang dimiliki, mempertahankan uang yang ada dan mempertahankan rumah yang dimiliki. Orang yang melarat adalah orang yang sangat peduli dan berani mengorbankan apapun untuk mendapatkan tambahan uang, tambahan mobil dan tambahan rumah.
Tanpa banyak yang mendengar, orang-orang kaya seperti Bill Gates berani menyumbang sampai lebih dari 1 juta dollar Amerika Serikat untuk orang tidak mampu, mereka lah orang-orang yang oleh SWA bulan April 2006 disebut filantropis. Lalu apa yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku ‘turunan Dewi Themis’ di negara kita yang tercinta ini? Sibuk mengorbankan banyak hal demi uang. Kasihan sekali orang-orang yang melarat itu tapi mengaku-aku sebagai ‘turunan Dewi Themis’.
Themis membangun Oracle di Delphi dan justru diserahkan kepada Sang Ibu, bahkan ketika Sang Ibu mewariskan Oracle kepada Themis, dia langsung menghibahkan kepemilikan, tanggung jawab dan pengelolaan kepada Phoebe.
Jadi masih berani Anda mengaku sebagai keturunan Dewi Themis?
Medan – Mei 2006
No comments:
Post a Comment