(dimuat di andriewongso.com)
Adegan dimulai dengan tiga lelaki yang sebagai mahasiswa dan anak kost. Mereka bingung bahwa kiriman belum datang padahal perut lagi lapar.
“Mau makan tapi kiriman belum datang...” kata yang mahasiswa pertama
“Iya nih..” kata mahasiswa ke dua.
“Mau tau cara makan enak tapi murah?”
Kedua mahasiswa pertama memandang tidak percaya pada mahasiswa ke tiga. Tetapi karena mereka memang sudah lapar maka mereka mengikuti, dan ternyata di bawa ke rumah makan masakan Minang.
Ketiga mahasiswa tersebut sudah duduk dan di hadapan masing-masing sudah tersedia sepiring nasi. Ada sekumpulan lauk pauk terhidang pula di tengah-tengah meja selain nasi yang mereka hadapi.
Seorang mahasiswa ingin mengambil daging gulai di hadapannya. Si mahasiswa yang menawarkan ide makan enak tapi murah tadi menahan tangan si teman, dan menunjukkan bagaimana dia menuangkan hanya kuah gulai saja ke piringnya yang berisi nasi.
Sehingga masing-masing sekarang hanya makan nasi tetapi telah dicampuri dengan kuah gulai yang mereka pilih masing-masing. Seperti yang kita semua ketahui, ketika orang Minang memasak gulai, maka mereka menggunakan banyak bumbu dan yang paling utama, santan kelapa. Belum lagi ketika mereka memasak gulai daging, maka lemak daging tersebut akan cair dan menambahkan rasa pada kuah gulai.
Itu berarti ketika mereka makan nasi yang sudah diberi kuah dari gulai yang mereka pilih masing-masing. Tentu saja makanan jadi enak dan mereka tetap kenyang. Ketika akan membayar makanan, toh secara pasti mereka tidak memakan daging, ikan atau apapun yang telah mereka ambil kuahnya tadi. Sehingga mereka masing-masing hanya dihitung makan sepiring nasi.
Makan enak tapi murah. Enak karena rasa kuah yang mereka dapatkan, murah karena hanya harus membayar sepiring nasi.
Apakah saya dapat menyatakan bahwa mereka menipu pengusaha rumah makan? Anda mungkin yakin menjawab mereka tidak menipu. Karena memang tidak ada tarif yang ditetapkan bila hanya menggunakan kuah gulai saja. Tarif lauk ditetapkan berdasarkan jumlah potongan daging yang dimakan, bukan kuahnya.
Tepat, jawaban Anda sangat tepat!
Mereka menunjukkan bahwa ketika sesuatu tidak dilarang maka hal tersebut boleh dilakukan, ketika sesuatu tidak diberi tarif maka dapat dikonsumsi dengan gratis. Bagaimana bila suatu saat rumah makan menetapkan tarif untuk kuah yang dikonsumsi?
Biar saja, baru ketika itu ketiga mahasiswa mungkin akan kelaparan atau hanya makan nasi putih tanpa apapun. Toh kondisinya memang cukup berat buat mereka, jadi makan nasi putih saja tanpa apapun selain nasi putih, sudah cukup baik dibandingkan harus menahan lapar. Tetapi karena hingga saat ini tidak satupun rumah makan menetapkan tarif untuk kuah gulai yang dikonsumsi oleh pengunjung, maka itu masih boleh dilakukan.
Ada tiga hal yang ditunjukkan oleh tayangan ini. Pertama, berfikir out of the box. Setiap orang akan berfikir bahwa untuk bisa makan enak maka akan keluar biaya cukup banyak. Padahal tidak demikian bila kita tahu caranya. Mereka tetap bisa merasakan enaknya makanan dengan nasi putih dan kuah gulai.
Kedua, bahwa sesuatu yang tidak dilarang tidak perlu takut untuk melakukannya. Lakukan saja dan hentikan bila itu memang kemudian dilarang, tetapi ketika masih belum ada larangan berarti dapat dilakukan. Mungkin saja suatu hari nanti rumah makan Minang melarang para pengunjung bila hanya mengambil kuah gulai, tetapi itu suatu hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Atau mungkin rumah makan Minang dapat pula menetapkan tarif untuk kuah gulai, karena toh untuk menyediakan kuah gulai tersebut, rumah makan Minang harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
Ketiga, selalu ada jalan keluar untuk setiap masalah. Mereka sebenarnya dapat sama makan mie instant atau makan nasi putih saja. Tetapi mereka tidak hanya ingin menghilangkan rasa lapar tetapi juga merasakan nikmatnya makanan. Maka mereka mendapatkan solusi untuk masalah mereka.
Dengan demikian baik produsen maupun biro iklan sudah memberikan kita cukup banyak pengetahuan sehingga waktu kita melihat iklan sambil menunggu tayangan berikut menjadi lebih bermanfaat bagi kita.
Selain hal tersebut juga diselipkan pesan yang lebih baik lagi bagi semua orang yang sempat menikmati iklan tersebut.
Ketiga mahasiswa itu masuk lagi ke rumah makan yang sama dan disambut dengan helaan nafas kesal dari para pegawai rumah makan. Tetapi mereka dengan santai langsung menjawab helaan nafas kesal itu dengan pernyataan “sekarang kami pesan semua”.
Paling tidak, mereka sudah ditunjukkan memiliki rasa tanggung jawab dan tahu terima kasih dengan memesan semua makanan yang bisa mereka makan saat itu sebagai pembayar bagi kuah gulai yang mereka habiskan di kesempatan sebelumnya. Padahal sering sekali orang merasa kalau ada kesempatan ya ambil saja kesempatannya tidak peduli orang lain kesal atau tidak. Tetapi mereka sangat sadar bahwa kebebasan adalah kebablasan bila dilakukan sampai membuat orang lain merasa kesal.
Sehingga kebablasan mereka sebelumnya mereka bayar kembali. Tunai! Sebuah tayangan iklan yang sangat menarik karena pelajaran yang diberikan.
Medan – April 2007
No comments:
Post a Comment