Goenawan Mohamad mengejutkan saya kembali di Tempo 19 Oktober 2008. Dia bicara soal milik dan mélik dalam konteks bahasa Jawa. Milik berarti punya punya. Sementara, mélik berarti keinginan yang cemburu untuk mendapatkan sesuatu.
GM juga mengutip kata-kata Ki Ageng Suryomentaram: Yang menangis adalah yang berpunya. Yang berpunya adalah yang kehilangan. Yang kehilangan adalah yang ingin.
Padahal dalam konteks motivasi, setiap orang akan bermula dari rasa ingin. Rasa ingin kemudian menjadi keberpunyaan. Bahkan beberapa motivator sering menyebutkan ’langitlah batasannya’ (sky is the limit).
Maka GM juga mengarah ke gonjang-ganjing akibat penurunan nilai saham. Bahkan menunjukkan bahwa ekonomi negara digerakkan oleh keserakahan orang-orang yang dianggap mélik itu.
GM hingga menggunakan istilah pleonoxia yang berarti penyakit jiwa yang didera keinginan untuk segera mendapat lebih, lebih, lebih. Penyakit jiwa? Benar bahwa orang-orang yang bermotivasi sering menginginkan lebih, lebih, lebih lagi.
Lalu apakah benar orang-orang yang bermotivasi berarti serakah? Oh ya, mungkin bagi orang Indonesia, istilah serakah lebih mudah dipahami daripada peonoxia. Kan memang serakah sudah terkait dengan kerusakan jiwa ingin mendapatkan semua hal. Padahal kan semua motivator menginginkan banyak orang untuk mendapatkan lebih, lebih, lebih?
Saya jadi ingat diskusi kita dulu tentang kebebasan. Bahwa kebebasan yang berdampak pada kerugian orang lain bisa disebut sebagai kebablasan.Berarti apa yang terjadi pada orang lain harus juga kita perhatikan dan diukur? Berarti ada batas dong?
Aduh, gimana ya? Emang lupa bagaimana kita bisa lahir? Bahkan proses reproduksi manusia saja terbatas hanya 25 hari sebulan, karena terpotong siklus. Bahkan dari berjuta-juta sel sperma, terbatas hanya satu yang berhasil jadi janin. Jadi Anda!
Kemudian ada batas ketika kita ingin sekolah. Bahkan bila orangtua Anda cukup kaya, maka ada batas jumlah siswa yang akan diterima di sekolah. Oh, orangtua Anda bisa membuat sekolah sendiri? Ada keterbatasan jumlah kualitas dan kuantitas sumber daya manusia untuk menjadi pengajar, kan?
Ketika Anda selesai pendidikan dan ingin berkerja atau menjadi pengusaha juga ada batas perusahaan atau bidang usaha yang bisa diupayakan.
Jadi ada batas dong?
Ya iyalah! Kan tadi katanya sky is the limit.Limit! Batas!
Karena Anda bukan Tuhan dan Tuhan tidak akan mengijinkan Anda menyainginya.
Jadi kalau begitu, tak perlu juga termotivasi?
Tepat sekali! Saya memang ingin mengarahkan pikiran Anda ke sana. Bahwa akan ada orang yang menyatakan kalau memang dibatasi, mengapa harus dikejar.
Masalahnya adalah bahwa tidak ada yang tahu batasan terhadap apa yang dapat Anda raih dalam hidup. Bisa saja kondisi Anda sekarang sudah sampai di batas, dan tidak dapat diperbaiki lagi. Tetapi bisa saja ini baru awal dari perkembangan kita.
Tapi kan tetap ada batasnya?
Ya, ada sebuah buku berjudul Etika Bisnis tulisan John C. Maxwell dan James Dornan yang menyatakan bahwa batasan etika adalah apa yang Anda rasakan ketika dicubit. Maksud beliau, adalah Anda bebas melakukan apa saja yang pasti berdampak pada orang lain, ketika mengejar tujuan Anda.
Anda hanya perlu membayangkan bila tindakan tersebut dilakukan oleh orang lain, dampak tersebut mengenai diri sendiri, apakah Anda akan kecewa atau marah. Bila ya, maka Anda sedang akan melakukan tindakan yang tidak etis. Apalagi bila Anda merasa tindakan tersebut dapat menyengsarakan Anda, maka bila Anda melakukan tindakan itu, Anda akan menyengsarakan orang lain.
(Coba cek diskusi kita yang berjudul Manajemen Tinju atau Manajemen Formula Satu. Bisa juga Anda lihat di buku Telur Columbus.)
Nah, bila Anda sudah tidak lagi peduli apakah tindakan Anda akan menyengsarakan orang lain maka Anda sudah memasuki tahap Peonoxia.
Jadi, gak sulit kan membedakan milik dan mélik?
No comments:
Post a Comment