Seseorang dengan nama Maurice T... mengutip tulisan ini:
Sherlock Holmes and Dr Watson went on a camping trip. After a good meal and a bottle of red, they lay down for the night and went to sleep.
Some hours later Holmes woke up, nudged his faithful friend and said, "Watson, I want you to look up at the sky and tell me what you see." Watson said, "I see millions and millions of stars." Sherlock said, "And what does that tell you?"
After a minute or so of pondering Watson said, "Astronomically, it tells me that there are millions of galaxies and potentially billions of planets. Astrologically, I observe that Saturn is in Leo. Horologically, I deduce that the time is approximately a quarter past three in the morning. Theologically, I can see that God is all powerful and that we are small and insignificant. Metereologically, I suspect that we will have a beautiful day today. What does it tell you?"
Holmes was silent for about 30 seconds and said, "Watson, you idiot! Someone has stolen our tent!"
Tidak saya terjemahkan agar efek lucunya bisa dinikmati.
Mudah-mudahan semua pernah membaca buku atau menonton film Sherlock Holmes. Sehingga cukup paham, bagaimana Watson yang memang sangat cerdas, tetapi sering sekali dilecehkan oleh sahabatnya; Sherlock.
Mungkin Anda penggemar Sherlock, tapi memang beberapa kali, terlihat kesan bahwa Watson cukup tersinggung dengan celotehan sahabatnya itu. Namun begitulah mereka bersahabat, tetap saja Watson menjaga Holmes dan tidak sakit hati dengan semua kata-kata yang menurut Sherlock adalah bercanda. Sekali lagi, perspektif. Dr Watson mungkin tersinggung tapi tidak sakit hati, bahkan kadang-kadang sahabatnya mengatakan idiot.
Tapi cerita tadi mengingatkan kita akan sesuatu? Ya, benar sekali Anda. Banyak sekali orang, saya dan mungkin Anda, berpikir seperti Watson. Melihat ke kejauhan. Sangat jauh. Berpikir hal-hal yang jauh, sangat jauh.
Menerangkan dengan sangat berapi-api tentang apa yang kita ketahui. Saat itu, perspektif kita seringkali justru menjadi kabur. Kita jadi sangat ingin dipuja-puja karena kepintaran kita. Padahal justru saat itu, kita memamerkan ketidak-waspadaan kita terhadap hal yang menyentuh langsung ke diri sendiri.
Kita memang makhluk unik. Lengkap dengan keunikan kita masing-masing atas perspektif terhadap masalah.
No comments:
Post a Comment