Monday, June 23, 2014

Tips Menulis: Jangan Sebut Merek?

Pernah baca di sebuah novel ada deskripsi "dia menunggu lama di teras KFC" kah? Atau yang lain: "dia berdiri memandang kejauhan sambil menyesap Sariwangi". "Dibalut Armani, dia terlihat gagah malam itu, sayang sekali wajahnya...". "Turun dari Nissan March dengan Rayban melindungi matanya..." Banyak sekali tulisan yang menyebutkan merek dan pembaca langsung tahu benda apa yang dimaksud.

Bolehkah penulis menyebutkan merek tertentu atau tidak? Saya sebenarnya punya pertanyaan lain, tapi sebaiknya kita bahas dulu pertanyaan awal ini. Boleh menyebut merek atau tidak? Bahkan ada sebuah novel yang kemudian menjadi film berjudul Devil Wears Prada.

Oh ya, selain juga mendeskripsikan setting, juga penulis sedang memberi tahu pembaca, kapan adegan itu terjadi. Misal, "...mereka baru saja selesai menonton film Avatar di Grand Indonesia..." dengan demikian pembaca tahu bahwa kejadiannya di akhir tahun 2009. Bagaimana sebaiknya?

Bila kaitan pertanyaan tadi hanya dalam konteks legalitas, rasanya tidak ada masalah, karena selama ini belum pernah ada penulis yang dituntut oleh para pemegang mereka karena penulisan nama merek mereka dalam sebuah novel. Bahkan mereka para pemegang merek merasa mendapat promosi gratis bila merek dagang tersebut dituliskan di novel.

Seorang penulis, Susan Uttendorfsky, menyatakan untuk memudahkan penulis dan menghindar dari jebakan waktu maka untuk merek-merek atau seri dari merek tertentu yang baru diluncurkan, mungkin perlu dijauhi. Karena ketika kita tuliskan seperti contoh tentang Avatar tetapi ternyata setting waktu kejadian di novel kita justru tahun 2012, maka cerita kita tidak menarik lagi bagi pembaca. Apalagi kalau di tahun yang sama kita juga menyebutkan tentang Ahok yang terpilih menjadi wakil gubernur.

Tetapi, kalau memang kita justru ingin menunjukkan tanggal / tahun kejadian dengan menyebutkan merek-merek atau seri produk tertentu, Datsun Go+, Iphone 4S, Honda Revo, Kota Kasablanka maka itu cara paling indah untuk menyiapkan alam pikiran pembaca ke setting cerita kita tanpa harus menjadi garing dengan menuliskan 12 Oktober 2009, Awal tahun 2011, misalnya.

Selain itu juga, menurut saya, penulisan merek juga dapat dibuat untuk memperkuat kesan. "... setelah menelan 2 butir Paramex, rasa lega itu perlahan menjalar ..." dapat memperkuat kesan bahwa masalah yang dihadapi oleh tokoh cerita kita, benar-benar memusingkan kepala. Di kebanyakan novel karya penulis Amerika Serikat, mereka sering menggunakan "Kleenex" alih-alih tissue untuk menunjukkan tokoh ceritanya menangis atau flu berat.

Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa tidak menggunakan merek produk tertentu bila digunakan untuk hal-hal negatif. Misal untuk membius agar mudah diculik, sebaiknya tidak menyebutkan merek produk, cukup dengan istilah "...obat yang membuat tidur cepat..." karena itu bisa saja sekedar obat anti mabok tetapi juga bisa obat flu atau demam, bahkan bisa obat lain. Sehingga tidak ada kecenderungan persepsi pembaca menyatakan bahwa merek tertentu sering digunakan oleh orang-orang yang berniat jahat. Hal yang akan memperburuk citra merek tersebut dan membuat pemegang merek akan merugi lalu menuntut penulis.

Nah, kita sampai ke pertanyaan terakhir saya. Ketika kita menuliskan merek produk tertentu, kebetulan juga produk itu masih dijual atau bahkan baru diluncurkan, dapatkah kita mengajukan novel kita sebagai alat promosi dan karena itu berhak menerima pendapatan?

No comments: