(sudah di muat di andriewongso)
Tampaknya memang agak sulit bila harus memilah, mencari atau membedakan apa yang salah dengan siapa yang salah. Karena mungkin itu nyaris tidak dapat dibedakan. Saat akan menghindarkan diri dari menyebut nama seseorang, kita akan mencoba menyebutkan nama bagian atau unit kerja tempat kesalahan tersebut, menurut kita, terjadi. Itu yang biasanya menjadi titik tolak kita bicara.
Kita akan lebih mudah menyebutkan sebagai “kawan-kawan (anak buah) nya si Erik” daripada “Bagian Pengadaan”. Itu bahkan lebih mudah daripada menyebutkan “proses penerimaan barang yang terlalu njelimet”.
Mengapa demikian? Kesukaan orang-orang Indonesia berkumpul-kumpul, menyebabkan kedekatan yang amat sangat dengan banyak orang sekaligus. Karena itu nama orang lah yang menjadi top of mind hampir setiap orang Indonesia. Bahkan ketika ada survey untuk top of mind produk, di saat menjawab merek mobil yang Anda pilih, sangat besar kemungkinan nama penjual mobil tersebut kepada Anda akan teringat. Termasuk bila Anda mempunyai lebih dari 1 (tetapi kurang dari 5) mobil, Anda sangat mungkin masih mengingat nama masing-masing penjual mobil tersebut, walaupun setiap mobil dijual oleh orang yang berbeda.
Jadi itu memang mungkin sudah sesuatu yang nyaris tidak lagi bisa dihindari oleh orang Indonesia. Maka bila pimpinan rapat atau pengajar menyatakan bahwa dalam rapat sebaiknya jangan tunjuk nama, tetapi jelaskan apa kesalahan yang terjadi, akan menyulitkan.
Selain karena kedekatan dengan orang, kita juga terbiasa dengan bahasa lisan, bukan bahasa tulisan. Karena itu agak sulit memahamkan “do what you write, write what you do”. Sebagai akibat lanjutan, maka kita juga kesulitan untuk memahami sistem kerja di unit kerja lain, bahkan mungkin di unit kerja sendiri.
Lho kok? Bagaimana bisa bekerja? Sebagian besar orang mengerjakan pekerjaan yang ada sekarang karena diajarkan (secara lisan) oleh seseorang. Bukan mencari manual guide bagaimana melakukan pekerjaan tersebut. Itulah cara kita bekerja.
Maka dari itu, mengapa tidak dibiasakan saja menyebut nama atau unit kerja ketika ingin mengklarifikasi kesalahan. Dengan demikian, orang itu yang kemudian menjelaskan apa yang terjadi di tempatnya. Bila menyebut nama atau unit kerja sudah dibiasakan, maka bila orang itu merasa bahwa apa yang terjadi di tempatnya disebabkan oleh apa yang terjadi di tempat lain, dia juga akan menyebut nama atau unit kerja.
Sekarang ada lebih banyak orang yang datang dan menjelaskan masalah yang terjadi di tempat masing-masing. Maka tujuan problem finding sudah mulai tercapai dengan penjelasan mengenai lokasi dan penyebab kesalahan. Baru kemudian proses problem solving bisa kita lakukan sesuai ajaran dari dunia barat.
Karena itu, biasakan saja tim di bawah kendali manajemen Anda untuk mencari “kambing hitam”, karena toh secara praktek Anda akan menghadirkan si “kambing hitam” untuk menjelaskan kepada seluruh peserta rapat.
1 comment:
Benar Bang, sy juga lagi cari kambing hitam ni, pa 2 minggu lagi mesti qurban.
He..he..he..
Tapi bener, tiap bulan sy juga harus bawa "kambing hitam" utk diadili. kenape revenue turun, kenape sales gak dapet, kenape pade cabut.
Ternyata kambing hitam-nya hanya utk "sesajen" Review Manajemen biar gak kena semprot. Problem Solving nya gak dikejar.
Gak nyebut nama kan ?
Gak nyebut unit kan ?
Post a Comment